Keputusan Kejaksaan Agung untuk kembali mengaktifkan smelter sitaan kasus korupsi di wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah,Tbk menjadi sorotan publik.
Hal ini terungkap saat Organisasi Bantuan Hukum (OBH) Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP Babel) saat menggelar diskusi bertajuk HAM dalam pertambangan timah , belum lama ini
Dalam diskusi yang dipandu Wakil Sekretaris PDKP Babel Rosalinda Pratiwi Tarigan,S.H ini menyoroti langkah Kejaksaan Agung untuk menitipkan kepada PT Timah .
“Pasal 1 Angka 16 KUHAP. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan,” ujar moderator saat memulai diskusi.
Menurut pandangan elPDKP Babel Smelter adalah barang yang digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan penambangan ilegal dan / atau kerusakan lingkungan hidup.
“Maka menurut PERJARI 7 Tahun 2020 smelter tersebut tidak dapat dipinjamkan kepada pihak lain sampai dengan adanya Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,”lanjut moderator.
Terpisah ketua PDKP Babel John Ganesha Siahaan ,SH mengaku tidak heran sebab dalam pengalaman advokasi elpdkp , peristiwa pengambilan paksa rumah dinas perusahaan PT Timah yang masih dikuasai oleh pensiunan Timah juga dilakukan Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung selaku Kuasa Hukum PT Timah tanpa dasar putusan pengadilan.
“Bagaimana kalau nanti ada putusan menyatakan tidak terbukti rumah dinas itu milik PT timah. Kan , jadi masalah tindakan pengambilan paksa yang sudah dilakukan PT Timah didampingi JPN dari Kejati Babel dengan membongkar pintu, teralis, rooling door,” beber John.
Menurutnya , dasar hukum menggunakan barang rampasan seperti smelter yang berkeadilan adalah dilandasi putusan pengadilan. Ia tidak setuju PT Timah sebagai BUMN menggunakan smelter swasta untuk peleburan timah apalagi diatas narasi smelter tersebut adalah benda sitaan (bukan benda rampasan).
“Saya dapat kabar, sejumlah karyawan smelter milik PT timah sudah dinonaktifkan.Lebih baik PT Timah fokus urusi tanggung jawab nya mengenai hak para pensiunan dan para pekerja internal mereka,”tutup John.
Ditambahkan John , apa bila nantinya ada karyawan smelter swasta yang di PHK dapat mengajukan bantuan hukum ke elpdkp untuk memperjuangkan hak normatifnya. Pekerja memiliki hak untuk didahulukan hak – hak PHK nya.
“Aset perusahaan dan direktur yang mengelola smelter tempat mereka bekerja dan kini sudah disita kejaksaan agung, harus diperjuangkan didahulukan untuk membayar hak para pekerja.,”tutup John Ganesha.