Filsafat hukum merupakan cabang filsafat yang membahas hakikat hukum,tujuan hukum,serta nilai-nilai keadilan yang hendak diwujudkan melalui hukum.
Filsafat hukum tidak hanya berhenti pada pertanyaan mengenai apa isi hukum, tetapi melangkah lebih jauh dengan mempertanyakan untuk siapa hukum dibuat,nilai apa yang dilindungi,dan sejauh mana hukum mampu menghadirkan keadilan bagi masyarakat.
Dalam perspektif ini,hukum di pahami bukan sekedar sebagai teks normatif,melainkan sebagai instrumen moral dan sosial yang seharusnya berpihak pada keadilan substantif.
Dalam konteks Indonesia,pertanyaan”Hukum untuk siapa?” menjadi sangat relavan.Realitas penegakan hukum masih menunjukan adanya kesenjangan antara hukum yang tertulis dan hukum yang di rasakan masyarakat.
Kasus-kasus besar seperti korupsi yang melibatkan elite politik atau pemilik modal sering kali berujung pada putusan ringan,sementara pelanggaran kecil yang dilakukan masyarakat bahwa justru diproses secara ketat.
Kondisi ini mencerminkan penegakan hukum yang cenderung formalistik dan prosedural,tetapi abai terhadap keadilan publik.
Padahal,secara konstitusional indonesia telah menegaskan dirinya sebagai negara hukum,Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa indonesia adalah Negara hukum,yang berarti kekuasaan harus tunduk pada hukum dan hukum harus di tegakkan demi keadilan.
Lebih Lanjut Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menjamin hak setiap orang atas pengakuan,jaminan,perlindungan,dan kepastian hukum yang adil.
Rumusan ini menegaskan bahwa kepastian hukum tidak boleh dipisahkan dari keadilan.Melalui pendekatan filsafat hukum,penegakan hukum seharusnya tidak semata-mata berorientasi pada kepastian hukum,tetapi juga pada keadilan substansif dan kemanfaatan sosial bagi seluruh rakyat indonesia,menuntut agar hukum ditegakkan dengan nurani,empati,dan kepekaan sosial.
Hal ini juga sejalan dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang kekuasaan kehakiman No. 48 Tahun 2009 mengatur bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, yang berarti tidak boleh ada campur tangan dari pihak luar dalam urusan peradilan.
Ayat ini menegaskan prinsip kemandirian kekuasaan kehakiman sebagai pilar utama penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.
Dengan menjadikan filsafat hukum sebagai landasan berfikir,penegakan hukum di Indonesia dapat diarahkan untuk benar-benar melayani manusia dan keadilan sosial,bukan sekedar menegakkan aturan secara kaku.
Hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan,melainkan harus hadir sebagai sarana perlindungan,keadilan,dan penjaga martabat bangsa.
Pada titik inilah,filsafat hukum berperan sebagai kompas etik agar hukum benar-benar berpihak kepada rakyat.
