Bermula dari gagal bayar angsuran kredit mobil selama 3 bulan, Dede diminta ayahnya untuk mencari orang yang bisa membayar angsuran tersebut, namun naas mobil tersebut ternyata dijual oleh orang yang memberikan pinjaman uang angsura, akibatnya mobil hilang.
Peristiwa tersebut berujung penjatuhan pidana kepada debitur yakni orangtua dari Dede yang diputus PN Pangkalpinang pada Tahun 2024 disusul dengan penjatuhan pidana terhadap Dede pada tahun 2025.
Rika Mawarni, SH dari LBH elpdkp yang mendampingi Dede selama persidangan menilai penjatuhan pidana 8 bulan oleh majelis hakim adalah lebih ringan dari tuntutan JPU yakni 2 tahun.
“Kami menghormati keputusan 8 bulan yang ditetapkan Majelis Hakim , akan tetapi terdapat fakta yang belum dipertimbangkan hakim , karenanya kami Penasihat Hukum Dede menyatakan banding”.
Menurut Rika, kedudukan Dede adalah sebagai anak kandung dari debitur sehingga perbuatan Dede tidak memenuhi unsur membantu melakukan tindak pidana yang diatur dalam KUHP. Sebagai anak terdapat hukum kebiasaan yang hidup didalam masyarakat yakni anak memegang kewajiban untuk mematuhi dan menolong orang tuanya apalagi ketika mengalami kesulitan.
“Ayah kami sudah dipidana penjara, katanya karena saya membantu ayah maka saya pun harus dipidana penjara, mengapa tidak sekalian saja ibu. Kakak, Nenek kami dihukum juga karena saya menitip mobil itu adalah bersasarkan keputusan keluarga” Jelas Dede.
Disisi lain, John Ganesha Siahaan Ketua elpdkp menilai meningkanya pemohon bantuan hukum perkara pidana leasing yang datang ke LBH elpdkp ada kaitannya dengan maraknya pencurian mobil leasing yang mengalami gagal bayar angsuran.
“Ini ada trend meningkatnya pencurian mobil leasing yang tidak diproses kepolisian namun yang diproses kepolisian malah laporan pidana leasing terhadap debiturnya”.
John menduga jaringan pencurian mobil leasing berawal dari bocornya data alamat rumah debitur / pemberi fiducia yang mengalami gagal bayar angsuran berikut data mengenai plat NoPol mobil yang menjadi Objek Jaminan Fiducia.