Lembaga Pusat Dukungan Kebijakan Publik menilai tata kelola bisnis pertimahan yang diselenggarakan PT Timah memiliki resiko tinggi terhadap penghormatan, perlindungan dan pemulihan HAM .
Sebagai lembaga memperjuangkan Hak Asasi Manusia, perkumpulan elPDKP menilai bisnis timah yang dijalankan selama 10 tahun ini hanya berorientasi pada efektivitas dan efisiensi kegiatan penambangan untuk mendapatkan mineral timah sebanyak banyaknya.
Rakyat penambang bekerja siang malam untuk mendapatkan mineral timah dengan mendapatkan upah bagi hasil dari setiap kilogram timah yang berhasil diproduksi.
Ketua elPDKP Babel John Ganesha Siahaan,S.H mengatakan konsep bisnis HAM juga menentukan nilai jual barang tambang untuk orientasi ekspor yang bernilai tinggi .
“Adalah dari ukuran sejauh mana kegiatan penambangan itu diadakan dengan menghormati melindungi dan memulihkan hak hak asasi manusia (termasuk didalamnya mengenai keadilan antar generasi lingkungan hidup),” kata John Ganesha dalam keterangan persnya.
Jika ongkos melakukan penambangan timah sudah menjalankan pedoman tanggung jawab bisnis dan HAM, sekalipun biaya produksi menjadi tinggi akan tetapi timbul hak bagi Indonesia untuk menjual ekspor timah ke pasar internasional dengan nilai tinggi. Kita tidak akan digugat ke WTO oleh negara pengimpor dan berhak untuk renegosiasi harga jual timah balok.
Selama ini praktik bisnis timah yang berjalan, tanggung jawab bisnis pertambangan timah berada pada penambang rakyat. Mulai dari modal peralatan tambang, bahan bakar, biaya penambangan, resiko kerugian, resiko kecelakaan kerja ditanggung oleh Penambang.
Fenomena kamp kamp tambang rakyat yang tidak manusiawi dan kumuh muncul di hutan dan pesisir. Penggunaan Narkotika sebagai “vitamin” menjadi pola pangan para pekerja tambang.
“Sementara PT Timah melalui jaringan kolektor (pengumpul timah) dan mitra mitra kerjanya hanya bertanggung jawab untuk membeli mineral timah tersebut. Menurut kami tidak layak mineral timah yang dihasilkan dengan pola tersebut dibeli dengan harga tinggi pada pasar internasional,” tegas John Ganesha.
PT Timah,Tbk harus mampu memegang tanggung jawab untuk mencegah terjadinya dampak buruk dari praktik penambangan yang dapat merendahkan harkat dan martabat manusia tersebut.
Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menjalankan misi keadilan antar generasi dalam setiap kerusakan lingkungan yang memang akan terjadi dalam kegiatan penambangan.
Terkait hilirisasi industri mineral timah akan lebih mudah berjalan jika Indonesia sudah memiliki stok timah mentah yang dihasilkan dengan praktik pertambangan yang ramah HAM yang sudah disimpan pada gudang gudang timah.
“Jika end user tidak mau beli karena harga jual kita tinggi, kita simpan saja timahnya atau negosiasi komposisi saham dengan investor hilirisasi industri pertimahan.” beber John Ganesha.