LANGITBABEL.COM—-Salah satu kecirian Gerakan reformasi 1998 adalah menggelar unjuk rasa secara massal dengan maksud agar masyarakat melihat kesatuan sikap atas tuntutan yang diajukan, menentukan kantor – kantor pemerintah termasuk gedung parlemen maupun pengadilan adalah menunjukan eksistensi tuntutan adalah terkait dengan kepentingan negara.
“Ya, unjuk rasa massal adalah cara rakyat menunjukan kekuatannya telah terhimpun dalam satu kehendak yang harus diperhitungkan oleh negara”kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pusat Dukungan Kebijakan Publik Bangka Belitung (PDKP Babel) John Ganesha Siahaan,S.H
Untuk itu pada saat merencanakan unjuk rasa manajemen aksi menjadi rapat utama para koordinator aksi yang biasanya diadakan secara rahasia dan tertutup.
Pembagian tugas dan peranan serta perencanaan taktis di lapangan menjadi pembahasan yang biasanya dapat diselenggarakan secara singkat tanpa perdebatan.
“ya,tidak kurang dari 30 menit, rapat manajemen aksi selesai, sebab antara sikap dan tindakan telah bulat menjadi satu kesatuan yang tinggal menunggu aksi nyata”ujar aktivis 98 ini.
Namun Ganesha menilai aksi massa yang terjadi di Jakarta khususnya tidaklah sama dengan gerakan reformasi 1998.
Secara spekulatif ganesha menilai adanya kesatuan perasaan senasib sependeritaan yang menjadi pemersatu massa rakyat turun kejalanan dan karena ternyata kekuatannya telah eksis dijalanan namun tidak ada kordinator yang memimpin untuk mengakhiri aksi massa, potensi terjadinya aksi lanjutan seperti penjarahan sangat memungkinkan.
“Bagian paling rumit dari manajemen aksi adalah pada saat mengusahakan agar massa aksi bersedia untuk pulang, sementara para pejabat yang berhasil ditemui ternyata memberikan jawaban yang normative. Itu berat, berat. Sebab dalam ilmu perang, api yang sudah menyala (aspirasi) hanya dapat dipadamkan dengan api besar.”lanjutnya.
Ganesha menilai aksi massa rakyat hingga sampai menyasar rumah-rumah para pejabat negara mencirikan suatu Gerakan Revolusi yang dipimpin oleh masyarakat marginal di kota Jakarta. Jika terus menerus terjadi maka barulah akan jelas arah Revolusi Indonesia yang hendak dicapai.
“Mencermati pernyataan Presiden Prabowo, sepertinya revolusi yang sedang berlangsung adalah mengarah pada praktik kenegaraan yang terlalu memfasilitasi seluruh kebutuhan pejabat negara ketimbang kepentingan masyarakat”.
Oleh sebab itu selaku ketua umum perkumpulan elPDKP Babel , Ganesha meminta pemerintah RI untuk segera melakukan revolusi gaya hidup pejabat negara dan menggiatkan acara pertemuan tatap muka dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan penuh kesederhanaan.
“Kalau Negara tidak segera melakukan Agenda Perdamaian dengan memimpin REVOLUSI GAYA HIDUP PEJABAT maka api revolusi penderitaan rakyat lah yang akan memimpin arah revolusi Indonesia. ”tutupnya.