LANGITBABEL.COM- Sidang permohonan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana atas nama terpidana Misrawi Alias Kacak telah digelar di Pengadilan Negeri Tanjungpandan, 10 Juli 2025.
Dalam sidang ini penasehat hukum Lembaga Bantuan Hukum Pusat Dukungan Kebijakan Publik (LBH PDKP) Belitung, Boris Dianjaya,S.H bertugas mendampingi Misrawi
Agenda persidangan kali ini penyampaian pokok permohonan dan menyampaikan alasan dan dasar hukum permohonan PK yang diajukan kliennya.
“Permohonan PK ini adalah hak setiap terpidana yang dijamin oleh undang-undang, dan merupakan upaya hukum luar biasa untuk mencari keadilan. Pengajuan ini bukan bentuk pembangkangan terhadap putusan pengadilan, melainkan bagian dari sistem hukum yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHAP,” ujar Boris Dianjaya, usai sidang.
Boris menyampaikan bahwa PK ini didasarkan pada alasan hukum yang kuat, khususnya terkait disparitas pemidanaan yang dialami oleh kliennya.
Dalam perkara narkotika ini, Misrawi dijatuhi hukuman 10 tahun penjara serta denda Rp 1 M subsider 6 bulan kurungan.
“Menurut tim penasehat hukum, putusan majelis hakim dalam perkara ini tidak mencerminkan prinsip keadilan yang proporsional. Selain itu terdapat sejumlah perkara dengan kerangka hukum yang serupa baik dari segi peran terdakwa, modus operandi, maupun kerugian negara namun vonis yang dijatuhkan jauh lebih ringan,” paparnya.
Menurut Boris, disparitas yang signifikan antar putusan untuk perkara yang sejenis mencerminkan perlunya koreksi melalui mekanisme hukum yang tersedia.
“Disparitas bukan hanya soal perbandingan hukuman. Ini menyangkut asas kepastian dan keadilan hukum, yang menjadi roh dari setiap proses peradilan. Ketika putusan yang berbeda dijatuhkan terhadap kasus yang hampir identik, tentu menimbulkan pertanyaan dari sisi keadilan substantif,” beber Boris.
LBH PDKP mengambil langkah PK ini bukanlah bentuk kritik terhadap institusi pengadilan, melainkan ekspresi dari kepercayaan terhadap sistem peradilan untuk dapat melakukan evaluasi dan perbaikan.
“Kami menghormati putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, namun dalam koridor hukum, Peninjauan Kembali merupakan jalan konstitusional yang sah untuk memperbaiki kekeliruan nyata atau ketidakadilan dalam putusan sebelumnya,” lanjut Boris
Pihaknya akan terus mengawal hak-hak hukum kliennya, terutama mereka yang berasal dari kelompok masyarakat rentan atau memiliki keterbatasan akses terhadap keadilan.
LBH PDKP menyerukan agar seluruh elemen sistem peradilan tetap berpegang pada prinsip fairness, equality before the law, dan keadilan substantif dalam setiap tahapan proses hukum, demi terwujudnya kepercayaan publik yang kuat terhadap lembaga peradilan.
“Kami percaya bahwa Mahkamah Agung akan menilai dengan jernih, objektif, dan berdasarkan hukum terhadap permohonan PK ini. Kami tidak sedang mempertanyakan hukum, melainkan memperjuangkan penerapan hukum yang adil dan konsisten,” tutup Boris.