Krisis Tenaga Kerja ,Pemilik Gerai Kuliner di Singapura Gunakan Robot Pengganti Jasa Manusia

Robot
Robot koki penyaji laksa di Singapura. (Foto: AFP)

LANGITBABEL.COM—-Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, pekerjaan di gerai kaki lima menjadi salah satu yang paling dihindari masyarakat Singapura.

Bahkan, gaji hingga SGD 4.000 per bulan (sekitar Rp 48 juta) tak mampu menarik minat tenaga kerja lokal.

Hal ini memaksa sejumlah pemilik usaha untuk mencari solusi kreatif, termasuk menggunakan robot sebagai pengganti manusia.

Ang Chip Hong, pemilik gerai Wok AI, mengungkapkan bahwa tidak ada warga lokal yang melamar pekerjaan sebagai koki di kedainya, meskipun penghasilan yang ditawarkan terbilang besar.

Menurutnya, beban kerja yang panjang dan lingkungan panas di dapur menjadi alasan utama.

“Orang Singapura tidak menginginkan pekerjaan ini. Mereka lebih memilih pekerjaan kantoran yang nyaman, meski gajinya lebih rendah,” ujar Ang, dikutip dari South China Morning Post.

Kebijakan Pemerintah Perketat Pilihan Tenaga Kerja

Kesulitan pedagang kaki lima semakin diperparah dengan kebijakan dari Badan Lingkungan Nasional (NEA) yang mengharuskan pegawai gerai kaki lima adalah warga negara Singapura.

Kebijakan itu bertujuan mempertahankan identitas lokal, tetapi justru membuat para pedagang kewalahan mencari staf.

Sejak 1 Januari 2025, kebijakan ini sedikit dilonggarkan, memungkinkan orang dengan visa jangka panjang untuk bekerja di gerai kaki lima. Namun, solusi ini belum cukup membantu mengatasi kelangkaan tenaga kerja.

Eric Chan, pengelola gerai Nasi Lemak Aneka Mee di Ayer Rajah Food Centre, mengaku sudah mencari staf penuh waktu selama empat bulan tanpa hasil. “Banyak yang datang hanya bertahan dua hari dan tidak kembali keesokan harinya,” keluhnya.

Budaya Kaki Lima Terancam Punah

Selain masalah tenaga kerja, budaya pedagang kaki lima di Singapura menghadapi tantangan regenerasi. Banyak pemilik usaha enggan mewariskan bisnis mereka kepada anak-anak. Syed Ibrahim, pedagang generasi ketiga di Adam Road Food Centre, mengaku tidak ingin putranya melanjutkan usahanya.

“Anak saya kuliah di teknik kedirgantaraan NTU. Saya tidak ingin dia bekerja di sini. Kita lihat saja bagaimana setelah saya pensiun,” ujar Syed, yang telah menjalankan usahanya selama lebih dari 30 tahun.

Robot Jadi Solusi

Putus asa dengan kondisi tenaga kerja, Ang Chip Hong memilih membeli robot dari China untuk menggantikan koki manusia di kedainya.

Langkah ini mencerminkan tren yang semakin berkembang di Singapura, di mana teknologi menggantikan pekerjaan manual yang tidak lagi diminati masyarakat.

Di satu sisi, robot menjadi solusi praktis, tetapi di sisi lain, penggunaan teknologi ini juga mengancam keberlanjutan budaya kaki lima yang menjadi salah satu ciri khas Singapura. Dengan tantangan regenerasi dan kelangkaan tenaga kerja, masa depan gerai kaki lima tampaknya akan terus menghadapi ujian.

Exit mobile version