LANGITBABEL.COM – 37 tahun yang lalu atau tepatnya 19 Oktober 1987 terjadi peristiwa tragis kecelakaan kereta api di Bintaro Tangerang.
Tabrakan ini melibatkan kereta api Patas Merak jurusan Tanah Abang–Merak yang berangkat dari Stasiun Kebayoran (KA 220) yang berangkat dari Stasiun Sudimara.
Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu kecelakaan paling buruk dalam sejarah transportasi di Indonesia dengan mencatatkan 139 orang tewas dan 254 orang lainnya luka berat.
Kecelakaan ini terjadi sekitar pukul 07.00 WIB. KA 225 Rangkas Bitung – Jakarta Kota mengangkut 1.887 penumpang, yang termasuk kepadatan maksimal 200 persen dari kapasitas kereta.
Kondisi penerapan kebijakan kereta api saat itu di masing-masing penumpang masih dapat memenuhi lokomotif dan atap gerbong.
Sementara itu, KA 220 Tanah Abang – Merak masih dalam batas kapasitas normal, yaitu 72,6 persen atau sekitar 478 penumpang yang duduk di kursi penumpang masing-masing.
Tragedi Bintaro bermula dari kabar bahwa KA 220 Tanah Abang – Merak berangkat dari stasiun Kebayoran menuju stasiun Sudimara. Kabar ini mengejutkan petugas di stasiun Sudimara karena lajur ketiga kereta di stasiun Sudimara terisi oleh kereta, salah satunya KA 225 Rangkas Bitung – Jakarta Kota.
Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) Stasiun Sudimara lalu meminta persilangan kereta dilakukan di Stasiun Kebayoran. Akan tetapi, rupanya terjadi pergantian petugas PPKA di stasiun Kebayoran. PPKA Kebayoran yang baru tidak tahu rencana ini karena kontak setelah itu tidak sampai dengan jelas.
Setelah akhirnya mengetahui dari PPKA Kebayoran bahwa KA 220 terus berangkat menuju Sudimara, PPKA Sudimara berusaha mengosongkan salah satu sepur di Sudimara untuk KA 220. Caranya yaitu dengan langkah darurat sesuai prosedur, memindahkan rangkaian KA 225 di sepur 3 ke sepur 1 yang sebenarnya sudah ada rangkaian tujuh gerbong.
Kabar rencana perpindahan ini naasnya tidak sampai kepada masinis KA 225 Slamet Suradyo. Rencananya, KAA 225 berhenti di Sudimara dulu sampai kereta api dari Jakarta lewat. Slamet lalu membawa kereta dari stasiun Sudimara ke Kebayoran dengan rencana awal, yaitu persilangan kereta di Stasiun Kebayoran.
Petugas stasiun Sudimara lalu berlari meniupkan terompet sambil menggerakkan kedua tangan sebagai tanda darurat kereta agar berhenti. Naas Slamet tidak melihat tanda-tanda tersebut hingga sebuah kereta datang dari arah timur pada tikungan berjari 407 meter.
Sebagian penumpang KA 225 melompat sementara masinis KA 220 berupaya mengerem kereta. Naasnya, tabrakan merenggut nyawa manusia di dalam kereta di tragedi Bintaro 19 Oktober 1987.
Sumber wikipedia dan detik