Siaran Pers
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
Menyikapai Pembahasan RUU TNI oleh Pemerintah dan DPR di Hotel Mewah
“Kebut Pembahasan RUU TNI di Hotel Mewah Bintang 5: Pemerintah dan DPR Menyakiti Hati Rakyat”
LANGITBABEL.COM —Pemerintah dan DPR menggelar rapat untuk percepatan pembahasan RUU TNI di hotel mewah berbintang 5 Fairmont Jakarta pada Jumat-Sabtu, 14-15 Maret 2025.
Padahal sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir mengaku RUU TNI tidak akan disahkan sebelum masa reses Lebaran 2025.
Dia mengatakan, pengesahan RUU TNI baru bisa dilakukan paling cepat pada masa persidangan berikutnya.
Di tengah sorotan publik terhadap revisi Undang-Undang TNI, Pemerintah dan DPR justru memilih membahas RUU ini secara tertutup di hotel mewah pada akhir pekan.
Kami memandang langkah ini sebagai bentuk dari rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam penyusunan regulasi yang berdampak luas terhadap tata kelola pertahanan negara.
Secara substansi, RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang mengancam demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia.
Selain itu, agenda revisi UU TNI justru akan melemahkan profesionalisme militer itu sendiri dan sangat berpotensi mengembalikan Dwifungsi TNI dimana militer aktif akan dapat menduduki jabatan-jabatan sipil.
Perluasan penempatan TNI aktif di jabatan sipil, tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme TNI dan berisiko memunculkan masalah, seperti eksklusi sipil dari jabatan sipil, menguatkan dominasi militer di ranah sipil dan pembuatan kebijakan, dan loyalitas ganda.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai langkah ini tidak hanya menunjukkan rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik, tetapi juga bertentangan dengan kebijakan efisiensi anggaran yang sedang didorong oleh pemerintah.
Pemerintah Indonesia seperti tidak memiliki rasa malu dan hanya _“omon-omon”_ belaka di tengah upaya efisiensi anggaran, serta mendorong penghematan belanja negara, bahkan mengurangi alokasi dana untuk sektor-sektor penting, termasuk pendidikan dan kesehatan.
Namun ironisnya, di saat yang sama, DPR dan pemerintah justru menggelar pembahasan RUU TNI di hotel mewah, yang tentunya menghabiskan anggaran negara dalam jumlah besar. Hal ini merupakan bentuk pemborosan dan pengkhianatan terhadap prinsip keadilan dan demokrasi!
Kami menolak draf RUU TNI maupun DIM RUU TNI yang disampaikan Pemerintah ke DPR karena mengandung pasal-pasal bermasalah dan berpotensi mengembalikan dwi-fungsi TNI dan militerisme di Indonesia.
Di tengah pemotongan dan efisiensi anggaran besar-besaran hari ini sehingga bahkan sampai menunda pelantikan ASN dan juga memotong anggaran kesehatan dan pendidikan, pembahasan RUU TNI yang dilakukan di Hotel se-mewah Hotel Fairmont menunjukkan bahwa retorika pemotongan anggaran hanyalah _gimmick_ , omong kosong belaka dan tidak memiliki kepekaan ditengah sulitnya ekonomi masyarakat.
Kami juga mengecam keras pelaksanaan pembahasan revisi UU TNI yang dilakukan secara diam-diam di hotel mewah karena minim transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik. Apalagi pelaksanaan pembahasannya dilakukan di akhir pekan dan alam waktu yang singkat di akhir masa reses DPR. Pemerintah dan DPR harus berhenti untuk terus membohongi dan menyakiti rasa keadilan rakyat Indonesia!
Jakarta, 15 Maret 2025
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, De Jure.
Narahubung:
– Ardi Manto Adiputra (Imparsial)
– Wahyudi Djafar (ELSAM)
– Julius Ibrani (PBHI)
– Usman Hamid (Amnesty International Indonesia)
– Daniel Awigra (HRWG)
– Teo Reffelsen(WALHI)
– Dimas Bagus Arya (KontraS)
– Ikhsan Yosarie (SETARA)
– Arif Maulana (YLBHI)
– Latifah Anum Siregar (Aliansi Demokrasi untuk Papua)