Apakah Buddha Melarang Hukuman Mati

Surat Amicus Curiae Pemuka Agama Buddha untuk Ketua Mahkamah Agung

Pemuka Agama Buddha Kresnadhani menyampaikan Nilai Keadilan Sang Buddha untuk dipertimbangan Mahkamah Agung

PMd. Thomas Kresnadani SE menjelaskan kepada Penasihat Hukum Terpidana Mati Eddy mengenai hukuman mati bahwa memang sebenarnya dalam ajaran Buddha tidak pernah dibicarakan tentang hukum tata negara, apalagi pelaksanaan hukuman mati.

Tetapi dalam ajaran Sang Buddha dengan tegas dan tandas menurut Kresnadhani melarang tindak kekerasan apalagi membunuh mahkluk hidup, seperti yang tercantum dalam sīla pertama Pañca-sīla buddhis atau lima latihan moral (Anguttara Nikaya III, 203), yaitu:

Bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup (Pānātipātā Veramani Sikkhāpadam Sama-diyāmi). Perbuatan ini juga termasuk menghindari membunuh, menyiksa atau menyakiti manusia atau mahkluk lain secara jasmani. Jelas Pandita Muda Kresnadhani.

Kemudian ditambahkan Supriyadi S.Ag dalam bagian kitab suci Tripitaka/Tipitaka juga dituliskan:

“Bahwa ketika Buddha. berdiam di Vihara Javana, Sang Buddha membabarkan syair keseratus dua puluh sembilan dari kitab suci Dhammapada, yang merujuk kepada sebuah kelompok yang terdiri dari enam bhikkhu (chabbaggi) yang bertengkar dengan kelompok lainnya yang terdiri dari tujuh belas bhikkhu.”

Dikisahkan Romo Supri, suatu ketika terdapat tujuh belas bhikkhu sedang membersihkan sebuah bangunan komplek Vihara Jetavana dengan tujuan agar dapat menempatinya. Pada saat yang bersamaan tiba di tempat itu pula kelompok enam bhikkhu. Kelompok enam bhikkhu mengatakan kepada kelompok pertama,

“Kami adalah senior kalian, jadi sebaiknya kalian memberi kemudahan kepada kami, tempat ini akan kami pergunakan”.

Kelompok tujuh belas bhikkhu tidak mau memberikan tempat tersebut, sehingga Chabbaggi Bhikkhu memukuli mereka dan membuat mereka berteriak-teriak kesakitan.

Sang Buddha mendengar perihal itu, kemudian Beliau memberi teguran kepada mereka dan menetapkan peraturan bahwa bhikkhu tidak boleh memukul bhikkhu lain. Kemudian Sang Buddha membabarkan syair Dhammapada 129 berikut:

“Sabbe tasanti dandassa, sabbe bhāyanti maccuno; Attānam upamam katvā, na haneyya na ghataye”.

“Semua orang takut akan hukuman; semua orang takut akan kematian. Setelah membandingkan orang lain dengan diri sendiri, hendaknya seseorang tidak membunuh atau mengakibatkan pembunuhan.”

Selanjutnya Kresnadhani menyampaikan dalam konsep keyakinan pemeluk ajaran Sang Buddha terdapat hukum perbuatan (hukum karma). Sang Buddha lebih menekankan pada proses sebab dan akibat yang disebut hukum karma. Dalam Samyutta Nikaya 1: 227, Sang Buddha bersabda sebagai berikut:

Sesuai dengan benih yang telah ditabur, Begitulah buah yang akan dipetiknya, Pembuat kebaikan akan mendapatkan kebaikan,Pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula, Engkau pulalah yang akan merasakan buah-buahnya.

Kehadiran para pemuka agama Budha di Jakarta ini adalah dalam rangka menyampaikan keterangan berupa nilai nilai keadilan yang hidup di masyarakat sebagai dasar pertimbangan hakim agung pada Mahkamah Agung dalam mengadili penjatuhan pidana mati terhadap Eddy seorang penganut agama Budha yang menetap di Lapas Rajabasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *