Mengalakan Adat Budaya Bangka Berumeh Padi

Adat Budaya Bangka – Memperingati Hari Pangan Sedunia 16 Oktober 2019 Oleh Ahmad Tarnizi,SP

Pangan adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa digantikan oleh apapun. Jika telah tercukupi, manusia membutukan sandang seperti pakaian rumah dan kebutuhan lainnya. Pangan merupakan yang paling utama menempati kebutuhan pokok, dari pejabat sampai rakyat kecil semuanya mbutuhkan bahan makanan pokok.

Jika kita melihat dibeberap daerah di kabupaten bangka saat ini sudah sedikit petani membuka ladang atau umeh untuk ditanami padi. Bergeseran Adat Budaya Bangka ini semakin tahun semakin tergerus oleh kemajuan tehknologi. Dan mudahnya membeli beras berbagai merek di pasaran. Selain itu petani mulai menkonversikan lahannya menjadi lahan perkebuna kelapa sawit, ubi casesa dan lain-lain.

Pergeseran budaya menjadi salah satu penyebabnya dan gaya konsumtif telah merubah pola pikir dan menjadikan serba praktis. Sebenarnya tidak masalah karena kemajuan tehlnologi harus mampu membuat lebih maju.

Jika menengok diujung utara pulau bangka yang kental dengan Adat Budaya Bangka pun mulai tergerus. Dulu pada saat-saat kemarau, masyarakat yang mendiami perkampungan dekat dengan hutan telah disibukan dan menyambutbmusom umeh, walau saat ini juga masih banyak yang berumeh padi.

Ketika mulai memenih padi, lebih dahulu membaca bismillah dan kata-kata tua yang menandai benih padi ditanam, arah memenih pun diatur tidak boleh membelakangi matahari. “Kret” atau pembatas telah terlebih dahulu diatur. Pembenih tidak boleh jongkok agar padi yang tumbuh tidak pemdek dan sebagai akhir dari bagian pembenihan adalah makan makana yang disediakan dan istilah ini disebut dengan bersaoh. Setelah padi telah tumbuh dan panen, bersiung atau mengeluarkan suara mirip selurong adalah pantangan keras.

Dari urain tersebut sesungguhnya Adat Budaya Bangka telah mempersiapkan ketahanan pangan untuk beberapa orang yang tinggal serumah. Maka tak heran umeh adalah hidup mereka. Masyarakat dulu telah memberi pelajaran penting bagaimana mempeetahankan pangan dalam waktu satu tahunan untuk melangsungkan kehidupannya dan dirayakan sebagai rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas keberkahan yang diturunkan yang setiap tahun dirayakan sepeti Dusun Air Abik, Desa Pejem, Dan Desa Bukit Tulang yang setiap tahun mengelar acara Adat Nujuh Jerami.

Generasi penerus harus bisa mejaga adat budaya bertanam padi agar ketersedia beras merah tersedia. Jenis padi bangka pun harus diakui sebaga aset seperti jenis mayang, corak madu, gerintil, balok dan lain-lainnya. Tentunya peran Pemerintah sangat dibutuhkan dalam mengalakan gerakan melestarikan Beras Lokal sehingga daerah rawan pangan tidak terjadi.

Dalam mengatasi daerah rawan pangan tidaklah sendiri tetapi pada instansi terkait dapat memberika bantuan sesuai fungsinya. Indikator tersebut adalah 1). Ketersediaan pangan 2). Akses pangan 3). Pemanfaatan pangan 4). Gizi dan dampak kesehatan 5). Faktor iklim dan lingkungan yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan. Semua indikator itu harus bisa dihadapi bersama-sama.

Hari ini adalah hari Pangan Sedunia yang memiliki sejarah panjang dan diinisiasi oleh beberapa negara yang tergabung dalam Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) pada konferensi di bulan November 1979. Delegasi Hongaria Menteri Pertanian dan Pangan, Pal Romany guna menyoroti persoalan kemiskinan dan kelaparan dan melahirkan hari pangan sedunia.

Bagi generasi sekarang, di era tehnologi harus mampu mengalakkan gerakan Beras merah lokal dengan mengabungkan sains dan adat agar berjalan bersama-sama.Inovasi dan kreativitas menjadi kekuatan untuk melirik perkembangan beras merah misalnya menjadikannberas merah sebagai kukiner yang khas dan sebagainya. Generasi muda mulai melirik untuk memanfaatkn dunia pertanian walau Jumlahnya belum banyak, tetapi generasi baru para wiratani (agripreneur) muda mulai mewarnai khasanah pertanian nantinya.

Berharap Hari Pangan Sedunia 2019 mampu mengupgrade kembali semangat berumeh agar kekayaan jenis beras lokal indonesia dan adat bidaya dapat berlangsung tanpa tergerus era, tetapi juga memberi celah cerah (silver lining) dalam pengembangan pertanian Indonesia di masa depan.